About Kophi Jateng

Koalisi Pemuda Indonesia (Jawa Tengah). yang bergerak di bidang lingkungan. Salam Lestari bagi kita semua sahabat hijau , mari bersama "JAGA BUMI TETAP LESTARI".

Esay tentang Kita, Sampah, dan Lautan

   



Kita, Sampah, dan Lautan

Oleh: Ismarini Pratami Putri (1504060)


Indonesia merupakan negara dengan lautan yang sangat luas. Dua pertiga dari luas wilayah Indonesia merupakan wilayah perairan. United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) pada tahun 1982 melaporkan bahwa luas perairan Indonesia adalah 5,8 juta km2 dan didalamnya terdapat 27,2% dari seluruh spesies flora dan fauna di dunia. Berdasarkan data tersebut, penting untuk kita sadari bahwa kekayaan laut Indonesia merupakan kekayaan yang perlu dijaga, dilestarikan dan dikembangkan. Karena seperti yang kita tahu, laut memiliki banyak sekali fungsi, diantaranya transportasi, perikanan, pertambangan, rekreasi, pariwisata, pendidikan, penelitian, pertahanan dan keamanan, serta masih banyak lagi fungsi lainnya.

Namun, fungsi-fungsi laut yang telah disebutkan tadi tentu tidak akan berjalan dengan baik ketika laut sudah tercemar, baik tercemar oleh bahan-bahan kimia dari limbah pabrik, berbagai jenis sampah, ataupun pencemaran akibat bahan kimia yang dipakai untuk penangkapan ikan di laut. Pencemaran di laut tentulah tidak terlepas dari ulah tangan manusia yang berada jauh dari laut. Namun sayangnya, kebanyakan dari kita belum memahami dan menyadarinya dengan baik. Laut bukan hanya tanggung jawab masyarakat yang tinggal disekitarnya saja, namun juga tanggung jawab kita yang hidup cukup jauh dari lautan. Kenyataannya, banyak aktivitas yang kita lakukan yang dampaknya akan sampai ke lautan, salah satunya adalah penggunaan plastik yang menyebabkan tercemarnya lautan oleh sampah-sampah plastik.

Pencemaran di laut, terutama pencemaran akibat sampah, menjadi hal yang kian meresahkan setiap waktunya. Penelitian yang dilakukan Noir Primadona Putra dari Departemen Kelautan Universitas Padjadjaran, menemukan tingginya volume sampah di sekitar Pulau Biawak, Indramayu, Jawa Barat. Volume sampah yang dikumpulkan mencapai 68 kilogram, dari garis pantai sepanjang 655 meter atau 1 kg per 9,6 meter panjang pantai. Dari sampah tersebut, kebanyakan adalah sampah plastik dan styrofoam. Sementara itu, volume sampah mikroplastik mencapai 0,08 per 1 kg sampah. Penelitian di 46 lokasi lain di pulau Laut Jawa, tepatnya di sekitar Kepulauan Seribu dan perairan Banten juga ditemukan tingkat pencemaran plastik tinggi.

Tingginya volume sampah ini menguatkan penelitian pada tahun 2015 yang dipimpin oleh Jenna Jambeck, dari Universitas Georgia, Amerika Serikat yang dirilis oleh Journal Science. Penelitiannya mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan penyumbang sampah ke laut terbesar kedua di dunia setelah Cina. Penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa potensi sampah plastik di lautan Indonesia mencapai 187,2 juta ton/tahun.

Pencemaran yang sangat berbahaya akibat dari sampah plastik adalah pencemaran mikroplastik. Cemaran mikroba plastik ini dapat dianggap makanan oleh ikan, sehingga nantinya dapat terakumulasi di dalam jaringan tubuhnya. Lebih gawat lagi, jika ikan tersebut kemudian dimakan oleh manusia. Cemaran mikroba plastik dapat masuk ke tubuh manusia dan merusak jaringan tubuh kita. Selain dari keselamatan organisme laut, tingginya volume sampah juga dapat menghambat lalu lintas di laut. Seperti yang dikatakan oleh Widodo Pranowo, Kepala Laboratorium Data Laut dan Pesisir Pusat Riset Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan, sampah plastik makro dapat menghambat perjalanan dari Jakarta menuju Pulau Seribu, karena kapal dapat berhenti tiga kali karena tersangkut sampah plastik.

Masalah mengenai sampah adalah masalah yang kompleks yang melibatkan banyak hal dan banyak pihak. Untuk itu, dibutuhkan pula kerjasama dari berbagai pihak agar permasalahan mengenai sampah ini dapat ditanggulangi. Volume sampah yang setiap tahunnya meningkat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan juga gaya hidup masyarakat. Oleh karena itu, peran masyarakatlah yang paling dibutuhkan dalam menanggulangi masalah ini.

Saat ini, sampah dianggap sebagai barang ataupun benda yang nilai manfaatnya sudah benar-benar habis. Hal tersebut menjadikan sampah dipandang sebagai sesuatu yang benar-benar tidak bisa dimanfaatkan lagi. Paradigma yang berkembang di masyarakat ini merupakan salah satu penyebab dari tingginya volume sampah di Indonesia. Untuk itu, hal pertama yang perlu dilakukan dalam menanggulangi sampah adalah mengubah pandangan masyarakat tentang sampah. Karena jika dikelola dengan baik, sampah masih memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat itu sendiri.

Masyarakat juga perlu menyadari bahwa sampah adalah masalah bersama, sehingga perlu untuk diselesaikan bersama-sama pula. Untuk itu, kesadaran masyarakat perlu dibangun sehingga masyarakat mau mengelola sampah yang telah dihasilkannya, baik dalam skala rumah tangga, ataupun lebih luas lagi dalam suatu rukun tetangga, warga, atau desa dan kecamatan. Turun tangan dari masyarakat secara langsung sangat diperlukan dalam mengelola sampah yang dihasilkan, karena pemerintah tidak mungkin bergerak sendiri dalam menanggulangi masalah sampah. Edukasi tentang slogan reduce, reuse, dan recycle juga perlu diperkuat dan diwujudkan dalam pengelolaan dan minimalisasi sampah, sehingga ketiga hal tersebut tidak hanya slogan belaka. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk pemberian fasilitas berupa sosialisasi ataupun workshop pengelolaan sampah oleh pemerintah setempat.

Berdasarkan hal tersebut, pendekatan yang perlu dilakukan dalam pengelolaan sampah sebaiknya adalah pendekatan bottom up. Dengan pendekatan bottom up, masyarakat terjun secara langsung dalam permasalahan yang terjadi. Banyaknya keterlibatan masyarakat dalam penyelesaian masalah akan membuat masyarakat tersebut berpikir dan lebih mudah menyadari apa yang telah mereka lakukan. Dengan itu, kesadaran dan kepekaan lingkungan dapat tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat tersebut.

Banyak hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam menjalankan 3R (reduce, reuse, recycle), salah satunya adalah dengan menerapkan prinsip zero waste dalam skala rumah tangga. Prinsip nol sampah atau zero waste merupakan konsep pengelolaan sampah yang didasarkan pada kegiatan daur ulang (Recycle) (Widiarti, 2012). Menurut Maharani, dkk (dalam Widiarti, 2012), penggunaan kembali, minimalisasi, dan daur ulang sampah adalah hal yang sangat perlu dilakukan untuk mengurangi timbulan sampah yang membebani TPA dan lingkungan. Lebih baik lagi jika prinsip 3R ini dilakukan mulai dari sumber timbulan sampah sehingga dapat meminimalisasi sampah yang diangkut menuju TPA.

Selain menerapkan zero waste dalam skala rumah tangga, untuk skala lebih luas dapat diterapkan bank sampah. Penerapan bank sampah ini akan melibatkan banyak partisipasi dari masyarakat. Definisi Bank Sampah menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle Melalui Bank Sampah adalah tempat pemilahan dan pengumpulan sampah yang dapat didaur ulang dan/atau diguna ulang yang memiliki nilai ekonomi. Sistem ini akan menampung, memilah dan menyalurkan sampah bernilai ekonomi pada pasar sehingga masyarakat mendapat keuntungan ekonomi dari menabung sampah. Sistem ini pada akhirnya akan menekan volume sampah yang diangkut ke tempat pembuangan akhir.

Pada hari peringatan sampah, 21 Februari 2017 lalu, tema yang diambil Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) adalah “Melaksanakan Pengelolaan Sampah Terintegrasi dari Gunung, Sungai, Kota, Pantai, hingga Laut untuk Mewujudkan Indonesia Bersih Sampah 2020”. Indonesia Bebas Sampah 2020 merupakan program yang dicanangkan KLHK sejak tahun 2014 untuk mendorong semua elemen pemerintah dan masyarakat untuk lebih peduli terhadap sampah melalui pengembangan kegiatan reduce, reuse, recycle (3R). Sebagai mahasiswa, kita dapat mendukung program ini dengan menerapkan prinsip 3R mulai dari hal-hal kecil seperti penggunaan tumbler, misting, dan juga minimalisasi penggunaan plastik dengan memasukkan barang yang telah dibeli ke dalam tas. Partisipasi aktif dari mahasiswa tentu sangat dibutuhkan demi terwujudnya Indonesia Bebas Sampah 2020. Namun seperti halnya menyadarkan masyarakat, menyadarkan mahasiswa juga bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu, berbagai pihak perlu bekerja sama dalam menumbuhkan kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan di lingkungan mahasiswa maupun masyarakat

Berdasarkan pemaparan diatas, secara tidak sadar, kita sebagai masyarakat yang hidup di daerah kota juga merupakan kontributor atas menumpuknya sampah-sampah di lautan. Walaupun begitu, ternyata banyak hal yang juga dapat dilakukan untuk memberikan kontribusi positif untuk menekan volume sampah yang kian meningkat. Hanya saja, kepekaan kita terhadap lingkungan pun masih perlu diasah, kesadaran masih perlu dibangun dan dimatangkan, sehingga kita dapat menekan volume sampah walaupun dengan hanya melakukan hal hal kecil dalam berkehidupan sebagai mahasiswa dan bagian dari masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA


Kompas. (2017). Laut Jawa kian tercemar. [Online]. Diakses pada https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20170609/281745564361377(22 Agustus 2017) 


Suyani, Anih Sri. Menuju Indonesia bebas sampah 2020, tantangan dan peluang. [Online]. Diakses pada http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-IX-4-II-P3DI-Februari-2017-236.pdf (22 Agustus 2017)


Widiarti, Eka Wahyuning. Pengelolaan Sampah Berbasis “Zero Waste” Skala Rumah Tangga Secara Mandiri. [Online]. Diakses pada http://journal.uii.ac.id/index.php/JSTL/article/download/4877/4312. (21 Agustus 2017)

Note:

Jika ada usul materi terkait lingkungan silahkan email kophi.jateng@gmail.com atau silahkan berkomentar di bawah. Semoga bermanfaat.

Salam Lestari.




Esay tentang Kita, Sampah, dan Lautan Esay tentang Kita, Sampah, dan Lautan Reviewed by kophi-jateng.blogspot.com on 09.22 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.